Selasa, 15 Januari 2013

FILSAFAT PANCASILA


A.   Pengertian Filsafat
Filsafat adalah satu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan manusia. Secara etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “philein” yang artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “ hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom” (Nasotion, 1973). Jadi secara harfiah istilah filsafat adalah mengandung makna cinta kebijaksanaan.
Ada dua pengertian filsafat, yaitu :
1.      Filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk.
2.      Filsafat sebagai ilmu atau metode dan filsafat sebagai pandangan hidup
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, sebagai pandangan hidup, dan dalam arti praktis. Ini berarti  Filsafat Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia.

B.   Pengertian Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pembahasan mengenai Pancasila sebagai sistem filsafat  dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif.
a.       Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif.
b.      Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, ciri-ciri sistem yaitu sebagai berikut :
1.      Suatu kestuan bagian-bagian
2.      Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3.      Saling berhubungan, saling ketergantungan
4.      Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan system)
5.      Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:22)

Sila-sila pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis.  Antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa dikualifikasi oleh sila-sila lainnya. Pancasila pada hakikatnya merupakan sutu system, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-silanya saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai suatu system juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesam manusia, dengan masyarakat bangsa yang nilai-nilainya telah dimiiki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian pancasila merupakan suatu system dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana system filsafat lainnya antara lain materlialisme, idealism, rasionalisme liberalism, sosialisme dan sebagainya. Pancasila sebagai suatu system filsafat bersifat khas dan berbeda dengan system-sistem filsafat lainnya misalnya lieralisme, materialisme, komunisme dan aliran filsafat yang lainnya.

C.    Kesatuan sila-Sila Pancasila
1.      Susunan Pancasila yang bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Susunan pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal. Kalau dilihat dari intinya, urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi-sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila-sila dimukanya. Secara ontologisme kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu system bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal adalah sebagai berikut : bahwa hakikat adanya tuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai Causa Prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena diciptakan tuhan atau manusia ada sebagai akibat adanya Tuhan (sila 1). Adapun manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok negara, karena negara adalah lembaga kemanusiaan, negara adalah sebagai persekutuan hidup bersama yang anggotanya adalah manusia(sila 2). Maka negara adalah sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (sila 3). Sehingga terbentuklah persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat. Maka rakyat pada hakikatnya merupakan unsur negara disamping wilayah dan pemerintah. Rakyat adalah sebagai totalitas individu-individu dalam negara yang bersatu (sila 4). Keadilan pada hakikatnya merupakan tujuan suatu keadilan dalam hidup bersama atau dengan lain perkataan keadilan social (sila 5)pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama yang disebut negara ( lihat Notonagoro, 1984 : 61 dan 1975 : 52, 57)

2.      Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang saling mengisi dan saling megkualifikasi
Sila-sila pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan dalam hubugannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkhis piramidal tadi. Tiap-tiap sila dalam pancasila saling mengkualifikasi antara sila yang satu dengan sila yang lainnya.

D.    Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
      Kesatuan sila-sia pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar antologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila pancasila. Kesatuan sila-sila pancasila adalah bersifat hierarkhis dan  mempunyai bentuk piramidal, digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhis sila-sila dalam pancasila dalam urutan-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis.
1.     Dasar Ontologis sila-sila Pancasila
Dasar ontologis pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila-sila pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia (Notonagoro, 1975: 23).
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rokhani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena kedudukan kodrat manusia dan sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan inilah maka secara hieraekhis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila pancasila yang lainnya (Notonagoro, 1975: 53).
Hubungan kesesuaian antara negara dengan landasan sila-sila pancasila adalah berupa hubungan sebab – akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil sebgai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebgai sesab adapun negara adalah sebagai akibat.

2.     Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Dasar epistemologis pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya.  Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat pancasila (Soeryanto, 1991 : 50). Oleh karena itu dasar epistemologis pancasila tidak dapat dipisahkan degan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau manusia merupakan basis ontologis dari pancasila, maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi, yaitu bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia (Pranarka 1996 : 32).
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu : pertama, tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia (Titus, 1984 : 20).
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan pancasila dan susunan pengetahuan pancasila. Tentang sumber pengetahuan pancasila, sebagai mana dipahami bersama bahwa sumber pengetahuan pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukan hanya merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atau beberapa orang saja namun dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara. Dengan kata lain perkataan bahwa bangsa Indonesia adalah sebagai kausa matereais pancasila. Sebagai suatu system pengetahuan maka pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logi baik dalam arti susunan sila-sila pancasila maupun isi arti sila-sila pancasila. Susan kesatuan sila-sila pancasila adalah bersifat hierarkis dan berbentuk pyramidal,dimana sila pertama pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya sera sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila-sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua serta mendasari dan menjiwai sila-sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga serta mendasari dan menjiwai sila kelima, adapun sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, etiga, dan keempat. Demikianlah maka susunan sila-sila pancasila memiliki system logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila pancasila. Susunan isi arti pancasila meliputi tiga hal yaitu : pertama, isi arti pancasila yang umum universal yaitu hakikat sila-sila pancasila. Isi arti sila-sila pancasila yang umum universal ini merupakan intisari atau esensi pancasila shingga merupakan pangkal tolak derivasi baik dalam pelaksanaan pada bidang-bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan kongkrit. Kedua, isi arti pancasila yang kolektif, yaitu isi arti pancasila sebagai pedoman kolektif Negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia. Ketiga, isi arti pancasiila yang bersifat khusus dan kongkrit yaitu isi arti pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai kehidupan ehingga memeliki sifat yang khusus kongkrit serta dinamis (lihat notonegoro, 1975 : 36, 40).
Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis merupakan dasar pijak epistemology pancasila. Menerut pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu hakikat manusia ang memiiki unsur-unsur pokok yaitu susunan kodrat yang terdiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rohani). Tingkatan hakikat raga manusia adalah unsure-unsur : fisis anorganis, vegetative, animal. Adapun unsure jiwa (rohani) manusia terdiri atas unsur-unsur potensi jiwa manusia yaitu : akal, yaitu suatu potensi unsur kejiwaan manusia dalam mendapatkan kebenaran pengetahuan manusia.  Menurut notonegoro dalam skema potensi rokhaniah manusia terutama dalam kaitannya dengan pengtahuan akal manusia merupakan sumber daya cipta manusia dan dalam kaitannya degan upaya untuk memperoleh pengetahuan yang benar terdapat tingkat-tingkat pemikiran sebagai : memories, reseptif, kritis, dan kreatif.
Adapun potensi atau daya untuk meresapkn pengetahuan atau dengan lain perkataan transformasi pengethuan terdapat tngkatan sebagai berikut : demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham (Notonegoro, tanpa tahun: 3). Manusia pada hakikatnya kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama pancasila epistemology pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak hal ini sebagai tingkatan kebenaran yang tertinggi. Kebenaran dalam engetahuan manusia adalah merupakan suatu sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yg tertinggi yaitu kebenaran mutlak. Selain it dalam sila ketiga yaitu persatuan indnesia, sila keempat. Maka epistemology pancasila juga mengakui kebenaran consensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan social. Sebagai suatu paham epistemology maka pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas relegius dalam upaya mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

3.     Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pada pancasila pada hakikatya juga merupakan suatu kesatuan.
Berbagai macam teori tentang nilai sangat bergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan dan hierarkhinya.
a.      Teori Nilai
Max scheler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut:
1.      Nilai-nilai Kenikmatan
2.      Nilai-nilai Kehidupan
3.      Nilai-nilai Kejiwaan
4.      Nilai-nilai Kerohanian

Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu:
1.      Nilai-nilai Ekonomis
2.      Nilai-nilai Kejasmanian
3.      Nilai-nilai Hiburan
4.      Nilai-nilai Sosial
5.      Nilai-nilai Watak
6.      Nilai-nilai Estetis
7.      Nilai-nilai Intelektual
8.      Nilai-nilai Keagamaan

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga yaitu:
1.      Nilai Material
2.      Nilai Vital
3.      Nilai Kerohanian, yang terdiri dari empat macam yaitu:
a)      Nilai Kebenaran
b)      Nilai Keindahan
c)      Nilai Kebaikan atau Nilai Moral
d)     Nilai Religius




b.    Nilai-nilai Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Isi arti sila-sila pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas, hakikat pancasila yang umum universal yang merupakan substansi sila-sila pancasila, sebagai pedoman pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar negara yaitu bersifat umum kolektif serta aktualisasi pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit dalam berbagai bidang kehidupan. Hakikat sila-sila pancasila (substansi pancasila) adalah merupakan nilai-nilai, sebagai pedoman negara adalah merupakan norma, adapun aktualisasinya merupakan realisasi kongkrit pancasila.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila I sampai dengan sila V pancasila merupakan cita-cita, harapan, dambaan bagsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupanya. Nilai-nilai itu selalu didambakan, dicita-citakan bangsa Indonesia agar terwujud dalam masyarakat yang tata tentrem, karta raharja, gemah ripah loh jinawi, dengan penuh harapan diupayakan terealsasi dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan manusia Indonesia. Driyarkara menyatakan bahwa bagi bangsa Indonesia, pancasila merupakan Sein im Sollen. Ia merupakan harapan, cita-cita tetapi sekaligus adalah kenyataan bagi bangsa indonesia.
Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh pula. Nilai-nilai itu saling berhubungan sangat erat dan nilai-nilai yang satu tidak dapat dipisahkan dari nilai yang lainnya.

E.     Pancasila Sebagai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
1.      Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan sebagai filsafat  hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan nilai-nilai yang bersifat sistematis. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemaanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warga dari negara sebagai persekutuan hidup adalah kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa ( hakikat sila pertama ). Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab (hakikat sila kedua). Untuk terwujudnya suatu negara sebagai organisasi hidup manusia maka harus membentuk persatuan ikatan hidup bersama sebagai suatu bangsa (hakikat sila ketiga).  Terwujudnya kesatuan dalam suatu negara akan melahirkan rakyat sebagai suatu bangsa yang hidup dalam suatu wilayah negara tertentu. Sehingga dalam hidup kenegaraan itu haruslah mendasarkan pada nilai bahwa rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Maka harus suatu keharusan bahwa negara harus bersifat demokratis hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin baik sebagai individu maupun secara bersama  (hakikat sila keempat). Untuk mewujudkan tujuan negara sebagai tujuan bersama dari seluruh warga negaranya maka dalam hidup kenegaraan harus mewujudkan jaminan perlindungan bagi seluruh warganya, sehingga untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial) hakikat sila kelima. Nilai-nilai inilah yang merupakan suatu nilai dasar bagi kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan.
Selain itu secara kausalitas bahwa nilai-nilai pancasila adalah bersifat objektif dan juga subjektif. Artinya esensi nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Kedilan. Sehingga dimungkinkan dapat diterapkan pada negara lain walaupun barangkali namanya bukan Pancasila. Artinya jikalau suatu negara menggunakan prinsip filosofi bahwa negara berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan dan berkeadilan, maka negara tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari nilai sila-sila Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai.
2.      Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa indonesia dan juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan, maupun dalam kehidupan keagamaan.
3.      Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok faidah yang fundamental negara sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu, dalam hierarkhi suatu tertib hukum Indonesia berkedudukan sebagai tertib hukum yang tertinggi.
Sebaliknya nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu bergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia itu sendiri. Pengertian itu dapat diartikan sebagai berikut :
1.      Nila-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa materialis. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis, serta hasil refleksi filosofis bangsa Indonesia.
2.      Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran,kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.      Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai kerokhanian yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis, dan nilai religius, yang menifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada kepribadian bangsa (lihat darmodihardjo, 1996).
Dengan perkataan lain bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan das Sollen atau cita-cita tentang kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau das Sein.
2.      Nilai-nilai sebagai Dasar Filsafat Negara
Nilai-nilai pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu sumber dari hukum dasar dalam negara Indonesia. Sebagai suatu sumber hukum dasar, secara objektif merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia, yang pada tanggal 18 agustus 1945 yang telah dipadatkan dan diabstraksikan oleh para pendiri negara menjadi lima sila dan ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar filsafat negara Republik Indonesia. Hal ini sebagaimana telah ditetapkan dalam ketetapan No. XX/ MPRS/1996.
Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung empat pokok fikiran yang bilamana dianalismakna yang terkandung didalamnya yang tidak lain adalah merupakan derivasi atau penjabaran dari Pancasila.
Pokok fikiran yang pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.
Pokok fikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok fikiran ini sebagai penjabaran sila kelima.
Pokok fikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat. Berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan / perwakilan. Hal ini menunjukkan bahwa negara indonesia adalah negara demokrasi yaitu kedaulatan ditangan rakyat. Hal ini sebagai penjabaran sila keempat.
Pokok fikiran keempat menyatakan bahwa, negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaan semua agama dalam pergaulan hidup negara. Hal ini merupakan penjabaran sila pertama dan kedua.
Selain itu bahwa nilai-nnilai Pancasila juga merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan. Hal ini ditegaskan dalam pokok fikiran keempat yang menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar atas kemanusiaan yang adil dan beradab. Konsekuensinya dalam segala aspek kehidupan negara, antara lain pemerintah negara, pembangunan negara, pertahanan dan keamanan negara, politik negara srta pelaksanaan demokrasi harus senantiasa berdasarkan pada moral Ketuhanan dan Kemanusiaan. Selain itu dasar Fundamental moral dalam kehidupan kenegaraan tersebut juga meliputi moralitas para penyelenggara negara dan seluuh warga negara.
F. Pancasila Sebagai Idiologi Bangsa dan Negara Indonesia
Istilah idiologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti ‘gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita’ dan logos’ yang bererti ‘ ilmu’. Kata ‘idea’ berasal dari kata Yunani ‘eidos’ yang artinya ‘bentuk’. Disamping itu ada kata ‘idein’yang artinya ‘melihat’. Maka secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, ‘idea’ disamakan artinya dengan ‘cita-cita’. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara. Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dan negara Indonesia.
G. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila
Pancasila senantiasa dalam hubungannya sebagai sistem filsafat. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila adalah sebagai berikut.
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yangdidirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Demikian kiranya nilai-nilai etis yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang dengan sendirinya sila pertama tersebut mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya.

2.      Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Sila kemanuiaan yang adil dan beradab secara sistematis didasaridan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan kenegarran terutama dalam pengaturan perundang-undangan negar harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan negara.
Dalam kehidupan kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh moral kemanusiaan antra lain dalam kehidupan pemerintahan negara, polittik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta dalam kehidupan keagamaan. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap sesama manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan (Darmodihardjo, 1996 ). Demikianlah kemudian berikutnya nilai-nilai tersebut harus dijabarkan dalamsegala aspek kehidupan negara termasuk juga dalam berbagai kebijakan negara sebagai realisasi pembangunan nasional.

3.      Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai baheewa negara adalah sebagai penjelmaan sift kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama- diantara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang diluiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras, individu maupun golongan agama. Meengatasi dalam arti memberikan wahana atas tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya. Nilai persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Berab. Hal ini terkandung bahwa nilai nasionalisme Indonesia Indonesia adalah nasionalisme religius. Yaitu nasionalisme yang bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa, nasionalisme yang humanistik yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan.

4.      Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan
Nilai yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab serta Persatuan Indonesia, dan mendasari dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara adalah dari oleh untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara.

5.      Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia didasari dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Parwakilan.
Maka dalam sila kelima tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama  (kehidupan soaial). Keadilan tersebut didasri dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hunbungan manusia dengan Tuhannya.
Nilai-nilai tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antara negara sesama bangsa di dunia dan prisip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antar bangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta dalam keadilan hidup bersama (keadilan sosial).
H. Pancasila Sebagai Dasar Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Setiap bangsa di dunia senantiasa memiliki cita-cita serta pandangan hidup yang merupakan suatu basis nilai dalam setiap pemecahan masalah yang dihadapi oleh bangsa tersebut. Ernest Renan dan Hans Khons sebagai suatu proses sejarah terbentuknya suatu bangsa, sehingga unsur kesatuan atau nasionalisme suatu bangsa ditentukan juga oleh sejarah terbentuknya bangsa tersebut. Hal inilah dalam wacana ilmiah dewasa ini diistilahkan bahwa pancasila sebagai paradigma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Istilah ‘paradigma’ pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan, terutama dala kaitannya dalam filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut yaitu Thomas S. khun dalam bukunya yang bertitel The Structure of Scientific Revolution  (1970: 49). Inti saripengertian ’paradigma’ adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoristis yang umum yang merupakan suatu sumber nilai.
Berdasarkan hakikatnya manusia dalam kenyataan objektivnya bersifat ganda bahkan multidimensi. Atas dasar kajian ilmu sosial tersebut kemudian dikembangkanlah metode baru berdasarkan hakikat dan sifat paradigma ilmutersebut, maka berkembanglah metode kualitatif. Dalam masalah yang populer iniistilah ‘paradigma’ berkembang menjadi suatu terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka fikir, orientasi dasar, sumber asas arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang kehidupan kenegaraan dan kebangsaan. Negara adalah sebagai perwujudan sifat kodrat manusia individu-makhluk sosial (natonogoro, 1975), yang senantiasa tidak dapat dilepaskan dengan lingkungan geografis sebagai ruang tempat bangsa tersebut hidup. Akan tetapi harus diingat bahwa manusia kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan tidak dapat dipisahkan dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Secara rinci filsafat Pancasila sebagai dasar kehidupan kebangsaan dan kenegaraan adalah merupakan Identitas Nasional Indonesia. Hal ini didasarkan pada satu realitas bahwa kausa materialis atau asal nilai-nilai pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri. Konsekuensinya ciri khas sifat, serta karakter bangsa Indonesia tercermin daam suatu sistem nilai filsafat Pancasila. Selain itu filsafat Pancasila merupakan dasar Negara dan Konstitusi ( UUD Negara ) Indonesia, sebagaimana telah diketahui filsafat Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, memiliki konsikuensi sagala peraturan perundang-undangan dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila.Dengan perkataanlain Pancasila merupakan sumber hukum dasar Indonesia, sehingga seluruh peraturan hukum positif Indonesia diderivasikan atau dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila.
Sebagai suatu negara demokrasi kehidupan kenegaraan Indonesia mendasarkan pada rule of law, karena Negara didasarkan pada tem konstitusionalisme. oleh karena itu, dalam hubungannya dengan pelaksanaan demokrasi baik secara normatif maupun praksis, harus mendasarkan pada kondisi objektif bangsa yang memiliki pandangan hidup filsafat Pancasila. Pelaksanaan demokrasi di Indonesia harus berlandaskan Pancasila, dalam arti demokasi tidak bersifat individualistik, tidak bersifat sekuler karena demokrasi di Indonesia harus ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila kedua Pancasila adalah ‘kemanusiaan yang adil dan beradab’ yang secara filosofis menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan negara perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, menjadi suatu keharusan. Pancasila juga merupakan dasar dan basis geopolitik dan geostrategi Indonesia. Sebagaimana dipahami bahwa geopolotik diartikan sebagai politik atau kebijaksanaan dan strategi nasional, Indonesia.
Wawasan nusantara dilandasi oleh kebangsaan Indonesia, dan hal itu dilambangkan secara literal pada lima sila garuda Pancasila, serta seloka Bhinneka Tunggal Ika. Sebagai konsekuensi dari konsep geopolitik Indonesia, maka Pancasila merupakan dasar filosofi geostrategi Indonesia. Geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi, sebagai mana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, melalui proses pembangunan nasional dengan memanfaatkan geopolitik Indonesia. Dengan pancasila sebagai dasarnya, maka pembangunan Indonesia akan memiliki visi yang jelas dan terarah.

5 komentar: